Merusak Bumi hanya dengan Rp 500,-





Mengikuti kegiatan dalam Seminar Nasional Youth in Green Attitude for Climate Change NSCA 4th di Balai Rumawat UNPAD Bandung pada 21/07/2011 yang digagas panitianya dengan mengundang tim kampanye Zero Waste YPBB pada mulanya terasa sangat biasa saja. Para peserta diskusi dari berbagai perguruan tinggi negeri Indonesia nampak kurang begitu aktif dengan pola penyampaian yang interaktif. Interaksi lebih banyak terjadi dengan mahasiswa dari ITS yang mempelajari tehnik lingkungan dan tengah mengembangkan suatu penelitian biotehnologi.

Kampanye YPBB dalam kegiatan ini lebih menyoroti masalah sampah yang juga menjadi masalah sosial dimana produksi sampah dari kegiatan manusia setiap harinya dapat sangat kompleks baik berupa penyediaan lahan tempat penampungan sampah hingga masalah pencemaran lingkungan yang berimbas pada kondisi cuaca yang tidak menentu. Sebuah solusi sederhana namun sangat bernilai dalam upaya mengurangi volume sampah yang semakin menggunung, dalam kegiatan ini dipresentasikan oleh YPBB anjuran berupa penggunaan keranjang Takakura yang sekaligus dapat menghasilkan kompos dari sampah organik serta tehnik biopori. Selain keranjang Takakura, untuk sampah-sampah anorganik, YPPB juga menganjurkan konsep penggunaan ulang suatu bahan anorganik hingga masa layak pakainya dapat diperpanjang semaksimal mungkin (reuse) yang mana apabila reuse ini telah terlewati maka bahan anorganik tersebut dapat didaur ulang (recycle), meski pada akhirnya tetap akan berujung pada tempat sampah namun setidaknya akan cukup efektif untuk mengurangi volume limbah yang mencemari bumi.

Kembali pada aktifitas kehidupan sehari-hari, di rumahku yang biasanya tersedia jajanan dalam toples-toples kaca untuk camilan keluarga, pada hari ini nampaknya semua toples sudah terkuras habis isinya sehingga anakku membuat pengajuan untuk bisa mendapatkan uang jajan. Kebiasaan untuk menyediakan makanan ringan di rumah atau sebagai bekal sekolah telah menjadi kebiasaan dalam keluargaku sebagai upaya selektif untuk melindungi anakku dari zat-zat aditif penggugah selera yang mungkin berbahaya didalam berbagai makanan olahan jadi atau kemungkinan anak mengkonsumsi makanan kadaluarsa yang tetap dijual karena penjual dan produsen makanan olahan tidak ingin merugi. Apalagi pengawasan pemerintah sebagai penyelenggara pengawasan untuk melindungi masyarakatnya masih sangat lemah dan ini telah menjadi rahasia publik.

Sejauh ini, upaya kami melindungi keluarga dapat dikatakan berhasil karena hingga diusia sembilan tahun, anakku hampir tidak pernah mengunjungi dokter atau rumah sakit kecuali untuk menengok kerabat yang punya pola kehidupan lain. Namun keberhasilan dalam melindungi kesehatan keluarga ini nampaknya menjadi terkoyak ketika aku memberikan uang jajan dengan catatan makanan yang dibelinya harus diperlihatkan dulu pada ayah sebelum dimakan atau dibawa ke sekolah. Dengan uang yang didapatnya anakku segera menuju warung untuk membeli makanan olahan, proses pemeriksaan bahwa makanan tidak mengandung MSG dan tidak kadaluarsa dapat dilakukannya akan tetapi ingatanku pada kampanye Zero Waste YPBB yang baru lalu, tiba-tiba mengusik.

Beraneka makanan yang dibeli anakku mulai dari yang berharga Rp.500,- hingga Rp.5000,- semuanya dikemas dalam bungkus plastik kedap udara yang tentu saja akan menjadi limbah baru bagi bumi (belum lagi permen dengan kemasan plastik yang lebih murah dari 500,-). Limbah ini akan menjadi malapetaka besar bagi kehidupan anakku dimasa depan sebagai pewaris bumi. Bahkan limbah plastik ini akan terus mencemari bumi dengan usia sangat panjang hingga anakku mempunyai cicit, kemungkinan limbah tersebut belum juga dapat hancur dan menjadi sumber kerusakan yang hampir permanen bagi bumi. Begitu murahnya biaya untuk merusak bumi, yang secara tidak langsung juga melibatkan anak-anak yang mengkonsumsi makanan dari industri produsen makanan. Apakah industri berarti harus merusak bumi? Inikah yang disebut modern? Apakah industri-industri ini mengembangkan juga tehnologi untuk mereduksi dan menghancurkan sampah permanen yang mereka ciptakan? Adakah bentuk pertanggung-jawaban para produsen produk kebutuhan yang sekaligus produsen sampah permanen ini? Apakah anda akan turut berkontribusi sebagai perusak bumi?

Sekali lagi, kesadaran untuk menjaga bumi agar layak bagi anak cucu kita, kini dan dimasa datang ada ditangan anda, buatlah pilihan yang bijaksana. –salam organis

0 komentar:

Posting Komentar

'