Memilah untuk Memilih

Ketika Pagi tiba, Fufu bangun dan bersiap-siap untuk pergi bekerja. Sarapan yang sangat tergesa-gesa dilakukannya seperti pada iklan-iklan TV dengan mengkonsumsi sereal instant yang entah terbuat dari apa. Kemacetan pagi adalah rutinitas awal yang harus dijalaninya menuju tempat kerja. Pengendara lain yang tidak tahu aturan, menyerobot dan menyalip semaunya sehingga kesigapan untuk menginjak pedal rem telah menyita sebagian energi paginya.

Setibanya di kantor, setumpuk kertas yang harus diperiksanya telah siap menyambut diatas meja. Ketika komputer mulai ia nyalakan, suara dengung kipasnya mulai mengisi telinga dan suhu AC yang terlalu dingin mulai mencubiti kulit sehingga ia harus mengatur untuk menaikkan temperaturnya sementara di luar ruang kerjanya, beberapa staff tampak masih menggunakan jacket karena di ruang mereka suhu AC telah di set untuk konstan.

Lembar demi lembar kertas, satu per satu orang, satu per satu telpon mengantar jarum jam pada sore hari yang cukup melelahkan namun tidak begitu dirasakan karena menurutnya inilah hidup yang harus dijalani. Ia merasa hidupnya telah lebih baik dibandingkan banyak orang yang nampak berdesakan di dalam bus menuju pulang. Bau keringat, berdiri menggelantung atau duduk terjepit dengan suhu sore yang bercampur panasnya mesin kendaraan nampak jelas tercermin pada wajah-wajah lelah mereka.

Setelah antri berpuluh-puluh menit di depan pintu masuk jalan tol, akhirnya Fufu dapat memindahkan kendaraanya di jalur cepat. Namun dipertengahan jalan, kembali laju kendaraannya tersendat-sendat dengan keadaan lebih parah daripada di jalan reguler yang nampaknyan hanya bertumpuk di sudut-sudut persimpangan lampu merah untuk menunggu giliran melintas. Ya, keengganannya melintas di jalan reguler adalah karena banyaknya lampu lalulintas di setiap persimpangan. Mungkin jika di setiap persimpangan jalan dibangun jalan layang dan menghapuskan fungsi lampu lalulintas, ini akan menghapuskan juga penghasilan sampingan para polisi yang nampak jeli mengamati garis batas berhenti bagi kendaraan meskipun beberapa kendaraan angkutan umum telah membayar setoran untuk ijin berhenti mencari penumpang di sepanjang rambu letter S.

Sebuah papan reklame besar tiba-tiba mengingatkan akan rencananya mengganti HP dengan fitur dan tampilan yang yang lebih slim. Fufu kemudian memutar kendaraanya menuju sebuah Mall dan menyerahkan kendaraannya pada petugas valet untuk menghemat waktunya memarkir kendaraan yang bisa menelan waktu sampai hampir setengah jam. Berbagai produk yang menggoda mata telah menguras isi dompetnya dan menambah jumlah hutangnya melalui credit card nampak sedikit menghiburnya membayangkan pujian teman-temannya akan gaya hidupnya yang seolah-olah selalu up to date. Sebuah boneka untuk anak satu-satunya dan sekeranjang roti dari sebuah outlet roti ternama untuk istrinya tercinta tidak tertinggal dari daftar pesiarnya di Mall.

Kekelahan yang sangat, telah menderanya ketika larut malam ia sampai di rumah. Anaknya telah tertidur lelap di tengah lautan boneka dengan wajah kosong dan istrinya dengan setengah mengantuk membantunya menyiapkan pakaian tidur. Malam berlalu berganti pagi dengan rutinitas yang hampir sama berulang-ulang yang diselingi kebutuhan spa, nite club bahkan seteguk cognac agar lepas dari ketegangan hidup hingga tiba pada satu hari ia dapat lepas dari aktifitas kantornya.

Pagi ini, setelah mengitari komplek perumahan dengan sedikit joging bersama anaknya yang tengah belajar menggunakan sepeda, Fufu menyempatkan diri untuk melihat layar TV sambil meminum kopi panas di ruang keluarga bersama istrinya. Rokok yang dihisapnya telah membuat jarak duduk yang cukup jauh dengan si istri yang juga mulai menyalakan rokok. Fufu terloncat ketika percikan bara tembakau melubangi kaos polonya menembus kulit. Namun tiba-tiba ia terdiam ketika sebuah iklan TV mengejek kendaraan yang dibelinya tiga tahun lalu dengan cara kredit tidak lagi sesuai dengan style eksekutif yang ditampilkan dalam iklan tersebut. Istrinya juga ikut mengeluh sering diejek iklan TV karena peralatan masaknya, sepatunya, bahkan makanan yang mereka makan tidak sesuai dengan gaya hidup masa kini yang di gambarkan dalam iklan, reality show dan sinetron-sinetron.

Fufu semakin terdiam ketika layar TV berulang-ulang menayangkan semua produk yang berlomba mengatakan sebagai produk yang ter-sehat, ter-alami dan semua ter- yang dahsyat. Fufu ter-puruk pada realita hidup konsumtif yang membuatnya lupa memilah untuk memilih. Fufu ter-sesat dalam rimba baru papan-papan reklame yang menjulang ke langit. Fufu ter-kontaminasi pandangan-pandangan yang menutupi kecerdasannya dalam memilah informasi untuk memilih keselarasan hidup dengan alam yang lebih berguna daripada lautan boneka bagi anak tersayangnya.
Berbagai pertanyaan menggeliat dalam kepalanya, “berapa banyak orang menjadi bodoh untuk memilih padahal tidak bodoh?, berapa banyak orang kehilangan kecerdasannya memilah untuk memilih?

(Aub 27052011-Bandung, terinspirasi diskusi bersama David dan Anil tentang gaya hidup dan komunitas Zero Waste)

0 komentar:

Posting Komentar

'